KAKAK PARADOKS (Naskah Drama)

Oleh: Dian W.N, dkk.

Terinspirasi dari Cerpen “Bertopeng” karya Antohn Chekov; Penulis naskah: Ruli & Dian W.N; Pengarah Gerak: Fita,; Tata panggung: Elia & Slamet; Tata rias dan kostum: Maulida & Tutus; pengarah vokal: Elia & Krisna; perlengkapan: Iqbal, dkk

PEMAIN: ratu, menteri,pengemis,artis,penjudi,terdakwa,hakim,petani,dosen, dan manusia bayangan.

Durasi: 20 menit

Jenis: drama musikal

Tema: sosial politik

Pemain: 11 orang

————

Suasana panggung menggambarkan kegelapan di malam hari. Di tengah panggung terdapat tiang bendera, meja kecil dan kursi-kursi, sekeliling panggung dipenuhi tempelan-tempelan topeng kertas.

Babak I

Musik pengantar; Manusia Bayangan (MB) memasuki ruangan sambil membawa lilin lalu mulai menyapa penonton.

MB      : Selamat malam saudara. Maaf, jika pertemuan ini mngkin tidak saudara terima dengan hangat. Seharusnya saya sudah sejak lama hidup di benak saudara. Membisiki abu-abunya hidup. Hidup … (diam sejenak seperti menghela nafas). Yang namanya abu, saudara, tentu…tidak melulu hitam atau melulu putih. Hitam… putih… hi…hi…(tertawa ngikik) Tapi, sepertinya tenggorokan saya sedang manja. Jadi harap mata dan mata saudara melek untuk melihat satu abu-abu ini.

Babak II

Musik pengantar; seorang Ratu (R) dan Menterinya (M) muncul

R          : (menyapa penonton dengan bahasa yang medok namun sedikit judes) selamat malam rakyatku semua… sudah pada tahu to? Kalo negeri kita yang cuantik ini, yang luas ini, yang gemah ripah loh jinawi, sebentar lagi akanmeryakan ulang tahun loh… (menoleh ke menteri) menteriku, tolong kamu siapkan pesta yang sebuesar-besarnya. Kamu undang semua pemimpin-pemimpin di dunia, biar mereka tahu, kalo kita jga bisa buat pesta yang gede-gede kayak mereka! (berhenti sejenak) Tapi… tunggu dulu, kas kita tinggal berapa ya?

M         : (membuka-buka buku kas) ehm…tenang ratu, kas kita masih banyak. Tambang minyak di pulau Bekas Alir, tembaga di pulau Paru, emas di pulau Burung, terus…Keburu distop ratu)

R          :cukup…cukup…cukup. ya, ya..kalau begitu, menteri, segera siapkan pestanya…

Tiba-tiba dari belakang keduanya, tampak Rakyat Miskin (RM) menurunkan bendera kerajaan. Lalu ia memasukkannya dalam tas. Kemudian tamapk terburu-buru sehinnga lewat di depam Ratu dan Menteri tanpa permisi.

R          : e…e…eh…tidak sopan! Lewat di depan ratunya kok main selonong aja! Berhenti kamu!

PM       : (menoleh) saya?

R          : iya kamu! (memperhatikan tas) bawa apa itu?

PM       : oh, bukan apa-apa Ratu! (menyembunyikan tas di balik punggung)

R          : menteri, periksa orang itu!

Terjadi rebut-rebutan tas antara menteri dan pengemis. Tetapi menteri berhasil merebut tas pengemis. Sampai-sampai pengemis jatuh tersungkur.

M         : Ratu, ini Ratu…ternyata dia nyolong bendera kerajaan, Ratu!

R          : lho…lho…nyolong bendera?! Lha kok bisa gak ketahuan ini piye? Memangnya mau kamu buat apa to? (mendekati pengemis)

PM       : lapar…saya lapar… itu…mau saya jual…lima ribu jadi…

R          : apa? Dijual?! Oh…rakyatku…(bernada kasihan) kamu lapar?

PM       : (Pengemis mengannguk) iya, saya lapar

R          : oh…lapar…tapi itu jangan kamu jual, karena itu adalah bendera negeri ini. Sekarang kamu pulang ke rumah, biar nanti kusuruh orang mengantar makanan ke tempatmu.

Manusia Bayangan muncul memapah pengemis.

(music pengiring)

Ratu dan menteri maju ke tengah panggung.

MB      : seperti ini sosok sejati dari bangsa yang kaya? (bernada sinis) bahkan seandainya burnug hantupun tak sudi menjamahnya.

R          : (berbicara pada menteri) minta makan??! uang saja tidak punya, hari ini masih gratisan…huh! menteri kita kembali saja ke keraton. (meninggalkan panggung)

Babak III

Musik pengantar; Artis (A) muncul dengan gaya seleb dan tebar pesona.

A         : ini sih, memang bukan panggung Hollywood! Tapi, tak palah… sini-sini… siapa yang mau minta tanda tangan artis cantik kayak aku? Mau foto-foto sama aku… (kemudian, masih tetap ceria, artis mulai curhat) hidupku ini sungguh menyenangkan saudara. Shooting sana-sini…ikut pesta ini-itu… shopping kemana-mana…Pfff (menghela nafas) tapi…, ehm… mungkin tak sampai lima puluh tahun, aku tetap cantik seperti ini. Kalau kulitku sudah keriputpun, mana laku diriku. (seperti akan menangis dan membuka kacamata). Bahkan, semua cowokku pun akan meninggalkanku kalo aku sudah kere… (sedih menangis lunglai meninggalkan panggung)

Babak IV

Penjudi muncul, sambil menghisap rokok dan membawa botol bir dia berjalan menuju meja judi. Manusia bayanagn sudah ada di sana menyambutnya. Mereka mulai bermain judi. Terdengar gelak tawa. Beberapa saat kemudian, penjudi tertawa keras…tapi dia menang.

P          : (sambil mInum) inilah hidupku…ha…ha…malam masih panjang, uang masih banyak, masih bisa dicari…tapi…tapi…ha….ha..kalaupun kau mati di meja ini (mulai sedih) aku…aku tetap bahagia…(penjudi pun rebah di meja judi)

MB      : (bersenandung sambil membuang-buang kartu remi di hadapan penonton dan melempar-lempar botol minuman) aku wes kondo ciu marakke ciloko/ aku wes matur, manson neng omongan nglantur// wes tak aturi yen vodka marakke lali/ banjur ngunjuk bir, sampeyan dadine kenthir///

Penjudi dibawa masuk ke dalam oleh manusia bayangan

Babak V

Suasana gelap. Cahaya hanya tertuju pada meja dite atas panggung. Hakim (H) masuk kedalam ruangan. Sesaat kemudian terdengar jeritan dan teriakan terdakwa (T) yang diseret masuk oleh MB.

T          :tidak….! aku tidak mau! Lepaskan aku…lepas…! aku tidak bersalah!

H         : Diam! (sambil mengetuk palu) harap tenang1 sebagai perempuan, seharusnya engkau diam di rumah, menjaga anak-anak dan harta suamimu!

T          : (marah) apa? Diam katamu?! Aku ini janda kere! (menoleh ke penonton) mereka…mereka para pembesar-pembesar itu yang merampas hartaku…membunuh anak-anak dan suamiku! Kau suruh kau diam, hah?! Padahal mereka yang cabut hak hidupku! Bahkanlebih kejam dari Izroil! Mereka…

H         : Diam! Hentikan! Tetapi engkau tetap bersalah! Engkau telah membunuh orang terpenting di negeri ini.engkau harus dihukum! Pengawal, masukkan perempuan ini ke penjara!

MB datang menyeret T keluar dari ruang sidang.

T          : tidak…lepaskan aku…(menangis)aku tidak salah…

H         : di negeri ini, uanglah yang jadi raja.ha…ha… coba saja perempuan itu sanggup membayarku lebih dari keluarga pejabat yang dibunuhnya, pasti akan aku bebaskan dia. Ha…ha…uang…uang  (terus tertawa sampai keluar ruang)

Babak Babak IV

Muncul sepasang petani, mereka taampak lelah setelah bekerja di sawah.

PT        :bu’e…bu’e…panen kita tiap tahun selalu melimpah ya…buanyak!he…he…

BT       :iay pak’e…lha lumbung kita saja sampai gak muat…

PT        : eh, tau gak buk’e?

BT       :apa to pa’e…(sambil kipas-kipas)

PT        : kita ini soko guru ekonomi rakyat.  Lah kalo ndak ada kita, waduh…bisa kolaps rakyat-rakyat negeri ini. Alias mati!

Bt         : betul itu pak’e…tapi….(dari wajah yang semula gembira, beralih sedih) tapi…kita kok ndak kaya-kaya ya pak’e? Tetep kere..ora nduwe duwit. Malah jadi kesetnya tengkulak! Waduh….

PT        : iya…ya..he…heee (berdua keluar dari panggung seperti disertai tangis)

MB muncul lagi…

MB      : kulihat ibu pertiwi/ sedang bersusah hati/ air matanya berlinang/ emas intan yang aku kenang// hutan gunung sawah lautan/ simpanan kekayaan/ kini ibu sedang lara/ merintih dan berdoa///

Kasihan engkau wahai petani pertiwi…

Babak VI

Seorang dosen muncul sambil berbicara di telepon terburu-buru. Kemudian masuk kelas dan mulai memberi kuliah.

D         : selamat pagi mahasiswaku tercinta…mari kita tinggalkan sejenak segala keluh kesah di luar, kita siapkan hati dan pikiran kita untuk kuliah hari ini. Baik saudara…sebagai manusia, janganlah kita skeptis terhadap ilmu. Pandang ilmu itu dengan objektif, bukan subjektif. Tahu kenapa? Ya…karena ilmu itu logis. Dan jika kita sudah memahami ini, secara teoritis, terapkan itu secara pragmatis. Kita ini ini insan berilmu. Bukan sapi, atau monyet! Karena itu, hidup itu harus berilmu… baik saudara, sekian kuliah hari ini

Tiba-tiba telepon dosen berdering…ternyata dari anaknya.

D         : O…maaf. saudara…Halo? ya.. anakku sayang…ada apa? O…pesta? berapa? Lima puluh juta? O..tenang anakku…ibu sekarang ini gajinya sudah tiga kali lipat! Jadi…apa? ya…ya…atur lah semaumu…(terus menelepon sambil meninggalkan panggung)

MB muncul sambil membuang-buang buku

MB      : aplikasi teori lebih dari logika…sampah! ilmu jadi komersil berangka-angka!…seperti ini? Kapan kita mau pintar? Mau maju? Mau cerdas? Pff…(tertunduk lesu)

Babak VII

Panggung kembali gelap. Pemain satu persatu muncul menyanyikan lagu “Panggung Sandiwara” sambil membawa lilin.

Semua  : Dunia ini panggung sandiwara/ ceritanya mudah berubah/kisah mahabarata/ atau tragedi Yunani…// setiap kita dapat satu peranan/ yang harus kita mainkan// ada peran wajar/ dan ada peran berpura-pura// *mengpa kita bersandiwara…/mengapa kita bersandiwara// peran yang kocak bikin kita terbahak-bahak/ peran berrcinta bikin orang mabuk kepayang// dunia ini penuh peranan/ dunia ini bagaikan jembatan kehidupan///